The Dagger In A Dream



I slept fast because I was tired, I woke up early last night and couldn't sleep anymore, but I couldn't work either. This has often happened since you became a part of your life. I was awakened by a dream that made my heart ache because there was a dagger stuck in my chest. I'm a flood of blood. Had sat on the bed, then got up and looked at the clock on the cell phone; 1:21 am.

The dream became as real as a movie scene. We are having a celebration. You met and chatted intimately with a man who, as usual, you didn't introduce to me. The real indifference I really don't like. I've said it several times, but you never change it. You are indifferent in painful silence.

We are busy preparing for the celebration. I didn't realize when, but you had already disappeared while I was immersed in the bustle. I don't see you anymore.

Then came the Camera-holding Man, he is another friend with several messages inviting him to go for a morning run or copying messages delivered on social media accounts and which you have conveyed to me. The Camera Carrying Man says you went out with the guy you met in the middle of the celebration. "Turns out they were a couple," he said. "They've gone off together, somewhere."

Maybe I overreacted. Not me, but my heart is overreacting. I've tried to contact you, several times to no avail. Until then, I heard your voice on the other side.

You said that boy was your best friend in middle school. You said something about you guys going off on motorbikes, who knows where obviously for a business. As usual, you always give bits and pieces of news, one other thing that I don't like but I try to keep accepting it.

When asked several things at once, you only answer one or two, and sometimes it's not really important. You are different from me who answers one by one, even for questions that are not too important, such as justifying with a few words; “Yes, honey” or “That's right”.

I feel it is important as a form of attention. I'm not demanding that you have to do the same as I did. However, for incidents like this, you have to provide an explanation from the start and tell it clearly.

I'm bleeding again with unanswered questions. Only in a dream, but I'm bleeding for real. That's how big your influence is because for me you are a "priority" and maybe you think of me as an "option" even though you once said it was wrong.

Truth is not the confession, but the deed. Tonight I got a message from a dream but with real pain. I remember the dream of a crowd among the palm groves. Not long after, you are invited to train soldiers' wives among the oil palm plantations.

I feel tired, crushed by a strange feeling. In that dream, I burst into tears expressing deep sorrow, repeated disappointments, and repeated pain. It's like being stabbed with a dagger in the same place. “You know, I love you very much, love me with all my soul. But you ignore it. Maybe you know I can't leave you, that's why you don't feel burdened when you hurt me, many times!”

I conveyed that sentence bursting with tears and a hoarse voice. I don't care about people staring in astonishment. Maybe they think I'm whiny, excessive, or fragile. Love is both fragile and strong. With you, I experience both quickly and alternately.

When I woke up, I remembered. I have conveyed these sentences to people in real life. And as always, you just stay silent. Not responding to anything. You are different from me who is very expressive in many ways. You are only expressive in the areas you love. So, when you respond coldly, does that mean you don't love me?

Love should say, I remember a short story from my best friend in the past. I don't understand all that I'm going through. I want to go, but my feet are glued. I also can't be silent, my heart orders me to keep walking with you.

Often I am at a crossroads, you completely leave it to me to choose the path. And it's already turned around. But you pulled back, holding me together with a dagger stuck in the chest.

Lorong Asa, May 30, 2023.






Belati Dalam Mimpi

Aku tidur cepat karena lelah mendera, semalam bangun dini hari dan tidak bisa tidur lagi, tapi juga tidak bisa bekerja. Ini sering terjadi sejak kamu menjadi bagian dari hidupmu. Aku terbangun oleh mimpi yang membuat hatiku nyeri karena ada belati tertancap di dada. Aku banjir darah. Sempat terduduk di atas ranjang, lalu bangkit dan melihat jam di ponsel; 1:21 dinihari.

Mimpi itu menjadi sangat nyata seperti adegan film. Kita sedang menghadapi sebuah perayaan. Kamu berjumpa dan bercakap-cakap akrab dengan seorang lelaki yang seperti biasa, tidak kamu perkenalkan kepadaku. Sikap acuh tak acuh yang sesungguhnya sangat tidak kusukai. Sudah kusampaikan beberapa kali, tapi kamu tidak pernah mengubahnya. Kamu acuh tak acuh dalam diam yang menyakitkan.

Kita sedang sibuk menyiapkan acara di perayaan tersebut. Aku tidak menyadari kapan, tetapi kamu sudah menghilang ketika aku tenggelam dalam kesibukan. Aku tidak melihatmu lagi.

Kemudian datanglah Lelaki Penenteng Kamera, dia kawan lagi dengan beberapa pesan ajakan lari pagi atau mengopi yang disampaikan dalam pesan di akun media sosial dan pernah kamu sampaikan kepadaku. Lelaki Penenteng Kamera itu mengatakan kamu pergi dengan lelaki yang kamu jumpai di tengah perayaan. “Ternyata mereka sepasang kekasih,” katanya. “Mereka sudah pergi bersama, entah ke mana.”

Barangkali aku menanggapinya terlalu berlebihan. Bukan aku, tetapi hatiku yang menanggapi secara berlebihan. Aku berusaha menghubungimu, beberapa kali tidak terhubung. Sampai kemudian, aku mendengar suaramu di seberang sana.

Kamu mengatakan, lelaki itu sahabatmu semasa SMP. Kamu mengatakan sesuatu tentang kepergian kalian dengan sepeda motor, entah ke mana, yang jelas untuk sebuah urusan. Seperti biasa, kamu selalu memberikan berita sepotong-sepotong, satu hal lain yang tidak kusukai tetapi kucoba untuk terus bisa menerimanya.

Ketika menanyakan beberapa hal sekaligus, kamu hanya menjawab satu atau dua saja, dan kadang bukan yang terlalu penting. Kamu berbeda denganku yang menjawab satu demi satu, meski untuk pertanyaan yang tidak terlalu penting, seperti membenarkan dengan sepotong kata; “Iya, Sayang” atau “Benar sekali”.

Aku merasa itu penting sebagai bentuk perhatian. Aku tidak menuntut kamu harus berbuat sama seperti yang aku lakukan. Namun, untuk kejadian seperti ini, kamu harus memberikan penjelasan dari awal, menceritakan secara terang-benderang.

Aku menjadi berdarah lagi dengan pertanyaan yang tidak tuntas terjawab. Hanya dalam mimpi, tetapi aku berdarah sungguhan. Sebegitu besar pengaruhmu, sebab bagiku kamu adalah “prioritas” dan mungkin kamu menganggapku sebagai “pilihan” meski kamu pernah mengatakan itu salah.

Kebenaran itu bukanlah pengakuan, tetapi perbuatan. Malam ini aku mendapatkan pesan dari mimpi, tetapi dengan sakit yang nyata. Aku jadi ingat dengan mimpi tentang sebuah keramaian di antara kebun-kebun sawit. Tak lama kemudian, kamu diajak melatih para istri serdadu di antara kebun-kebun sawit.

Aku merasa lelah, tertindih rasa yang aneh. Dalam mimpi itu, aku menangis tersedu-sedu mengungkapkan kesedihan mendalam, kekecewaan berulang, dan rasa sakit yang berkali-kali. Ini seperti ditusuk belati di tempat sama. “Kamu tahu, aku sangat mencintaimu, menyayangiku dengan segenap jiwa yang ada. Tapi kamu abaikan. Mungkin kamu tahu aku tidak bisa meninggalkamu, makanya kamu tidak berbeban ketika menyakitiku, berkali-kali!”

Semburan kalimat itu kusampaikan dengan air mata berderai dan suara parau. Aku tidak peduli dengan orang-orang menatap heran. Mungkin mereka menganggapku cengeng, berlebihan, atau rapuh. Cinta memang rapuh sekaligus menguatkan. Bersamamu, aku mengalami keduanya secara cepat dan bergantian.

Ketika tersadar, aku jadi ingat. Kalimat-kalimat itu pernah kusampaikan kepada di alam nyata. Dan seperti biasa pula, kamu hanya diam. Tidak merespons apa pun. Kamu berbeda denganku yang sangat ekspresif dalam berbagai hal. Kamu hanya ekspresif dalam bidang yang kamu cintai. Jadi, ketika kamu menanggapinya dengan dingin, berarti kamu tidak mencintaiku?

Seharusnya cinta berkata, aku jadi ingat dengan sebuah cerpen sahabatku di masa lalu. Aku tidak memahami dengan semua yang kualami ini. Aku ingin pergi, tapi kakiku terpaku. Aku juga tak bisa diam, hatiku memerintahkan agar aku terus berjalan bersamamu.

Sering aku berada di persimpangan, kamu menyerahkan sepenuhnya kepadaku untuk memilih jalan. Dan sudah pernah berbalik arah. Tapi kamu tarik kembali, menggandengku terus bersama dengan sebilah belati yang tertancap di dada.

Lorong Asa, 30 Mei 2023.





0
0
0.000
2 comments