"Kalau Jalan Lurus-lurus Saja, tidak Masalah"

avatar


Untuk kesekian kalinya, dia memperlakukan aku seperti pendosa. Seolah aku selalu menyeretnya dalam lubang hitam tempat iblis dan setan beranak pinak.

Tapi aku harusnya tidak marah kepadanya. Aku harus marah kepada diri sendiri karena sudah berkali-kali ini terjadi, aku belum juga mengambil keputusan tegas.

Kenapa aku tidak tegas? Kenapa aku tidak berani? Apakah karena aku sangat membutuhkan tenaga dan pikirannya sehingga keputusan tegas akan merugikan diri sendiri?



Aku sudah memikirkan ini ribuan kali. Kesimpulanku, dalam karier aku tidak terlalu membutuhkannya. Aku hanya mencoba meyakinin diri sendiri bahwa dia sangat berarti. Perasaanku yang menganggap aku tidak bisa melangkah tanpa dia.

Dalam beberapa hal, aku malah merugi secara hati, pikiran, waktu, biaya, dan perasaan dengan keberadaannya. Tidak ada alasan penguat yang membuatku takut mengambil keputusan tegas.

Sebenarnya, aku sudah benerapa kali mengambil keputusan secara diam-diam. Aku menetralisir semuanya dengan mengubah fokus pada pekerjaan yang tidak pernah berakhir. Tapi aku gagal.



Kegagalan itu karena aku terlalu lemah untuk diri sendiri. Harusnya, ketika ia membuka jalan untuk kembali, aku tetap kukuh pada keputusan; Tidak secara fisik, melainkan secara hati.

Ketika berhasil, semua perasaan negatif seperti ketakutan, kecemburuan, sakit hati, amarah, alan lebih terkendalikan. Aku hanya perlu istiqamah dengan keputusan yang kuambil.

Kejadian malam ini harusnya yang terakhir kali. Apa yang aku harapkan lagi? Apa yang kudapatkan selama ini? Seluruh imajinasi tak mendapatkan lahan untuk ditanami.

Dia beberapa kali menegaskan garis demarkasi. Ketika aku masih mengiba, bukankah itu sangat menyedihkan sementara masih banyak mimpi yang belum terwujud?




0
0
0.000
1 comments